Impian dan Komitmen Perjuangan untuk Meningkatkan Mutu dan Jumlah Guru-Guru SD di Daerah Terpencil
 
‘Anak Desa’
 
Anak desa. Sebuah sebutan yang begitu kerap kudengar, ketika aku bertumbuh di wilayah pedesaan di sebuah pulau di wilayah timur di bumi nusantara tercinta. Tak ada rasa sakit hati ketika sebutan yang sama dialamatkan kepadaku, karena aku memang anak desa. Sederhana saja alasanku saat itu, banyak pejabat dan orang penting di negeriku bahkan Soeharto yang menjabat Presiden ketika itu, juga sering ngaku diri sebagai anak desa.
 
Di sekolah menengah, bahkan di tingkat pendidikan tinggi sebutan ‘anak desa’ itu masih sering terdengar juga, dengan sedikit nuansa miris, diasosiasikan dengan kurang tahu banyak informasi dibandingkan anak-anak yang datang dari kota. Tetapi saya tokh tetap tak rasa sakit hati, karena hasil pembelajaran yang kuperoleh tidak menunjukkan sebutan dan asosiasi ‘kurang tahu’ yang dikenakan pada anak desa tadi.
 
Menyebutkan diri ‘anak desa’ mengingatkan aku pada sebuah realitas penuh harapan dan impian masa depan. Impian seorang anak Sekolah Dasar, yang dengan kekurangan alat tulis dan alat peraga, belajar di lapangan atau di bawah pohon, berusaha mengingat ‘luar kepala’ segala mata pelajaran yang disajikan di sekolah saat itu. Aku heran juga mengenangkannya kini, saat aku berada ribuan mil jauhnya dari desaku, saat puluhan tahun kutinggalkan desa kecil itu. Sebagai bocah kecil, berusia 6-9 tahun saat itu, aku sanggup berjalan kaki 10 km setiap hari tanpa absen di sekolahku.
 
Aku bertanya, apakah yang mengubah ‘anak desa’ sepertiku saat itu menjadi seorang yang sangat mencintai sekolah dan dunia pendidikan hingga kini? Kutemukan jawabannya pada sosok-sosok tegas, penuh dedikasi dan yang mengasihi, para guru di sekolah dasarku. Guru-guru yang bermutu dan penuh dedikasi untuk anak didiknya. Tak heran, bersama mereka, dan dengan apa yang mereka berikan, kami merasa mampu berbicara dan bersaing dengan siapapun, sejak masa-masa kami bersama mereka. Dan bukan tak mungkin, dasar yang bagus yang telah mereka letakkan itu, telah membuat kebanyakan kami, anak-anak desa itu, kini bergerak di bidang pendidikan dengan keahlian khusus tertentu, di berbagai belahan wilayah dunia.                                                                                 
 
Upaya Mempersiapkan "Guru Sekolah Dasar di Daerah"
 
Keadaan sepeti ini bukannya hanya terjadi pada SD tempat aku belajar dulu. Koran di daerahku pernah memuat sebuah berita yang membuatku sedih. Betapa tidak, situasi pendidikan SD dan SMP (wajib belajar) di propinsiku menempati urutan 33 dari 33 propinsi di Indonesia. Apa yang terjadi selama ini? Bagaimana dengan program peningkatan guru dan berbagai program di bidang pendidikan semisal AusAid yang gencar ditulis di media massa? Atau juga berbagai pengumpulan dana pendidikan yang rutin dibuat di sana? Hanya menghasilkan mutu pendidikan SD di urutan terakhir di tanah air?
 
Pertanyaan yang sangat mengusik cita rasa dan impianku sebagai seorang pendidik. Merasa iba saja tak cukup. Perlu bertindak dan tidak boleh berlambat. Sebuah komitmen dibuat dan menjadi sebuah pilihan perjuangan yang melibatkan penciptaan jaringan kepedulian sesama pemerhati pendidikan. Dan sejak April 2006 gagasan ‘SESAWI UNTUK GURU’ saya mulai dengan sebuah upaya mengusahakan beasiswa untuk calon guru SD dan SMP di wilayah pedesaan di Flores.
 
Usaha pertama adalah mengkomunikasikan kepada sahabat-sahabatku dan para pemerhati pendidikan lainnya tentang komitmen untuk guru SD ini, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Dan kelompok pertama terbentuk April 2007 di sebuah kota di Derry, Irlandia Utara, tempat aku pernah bertugas sambil belajar bahasa Inggris: Sesawi Flores Group. Sebuah kelompok sahabat yang ingin mendukung komitmenku dengan mengumpulkan dana £5.00 hingga £10.00 setiap bulan dan menabungnya di sebuah rekening bank dan secara tetap mengirimkannya ke tanah air setiap 3 bulan. Kemudian, sebuah group lain di Roma, yang secara berkala membantu dengan keuangan mereka.
 
 
Kemudian di tanah air, digagas juga Tabungan Pendidikan Sesawi yang bertujuan mendorong anak-anak usia SD menabung secara tetap setiap bulan di sebuah rekening bersama yang bunganya dipakai untuk membantu pendidikan para calon guru ini. Dan ketiga, para sahabat juga diminta untuk memberikan uang atau modal yang mereka miliki untuk disimpan di rekening SESAWI FLORES dan merelakan bunganya dipakai untuk membantu pendidikan calon guru di daerah ini.
 
Tertatih-tatih tapi pasti. Dengan dana seadanya, impian dan komitmen untuk meningkatkan mutu dan jumlah guru SD mulai terlihat hasilnya. Beasiswa untuk pendidikan dan buku-buku ditanggung oleh SESAWI UNTUK GURU, sementara orangtua dan SD tempat mereka mau mengabdikan diri menanggung biaya hidup dan akomodasinya.
 
Saya mulai dengan Sekolah Dasar tempatku belajar dulu. Dua tenaga guru telah kembali mengabdikan dirinya di sana, buah-buah pertama dari SESAWI UNTUK GURU, dan 4 calon lainnya sementara mengkuti pendidikan guru. Sasaran sederhana ini ingin kubidik: Guru-guru Sekolah Dasarku mesti ditingkatkan mutu dan jumlahnya dengan komitmen anak-anak desanya sendiri bersama kenalan dan sahabat mereka.
 
Impian yang tak muluk tetapi tak juga terlalu gampang untuk diwujudkan. Kusampaikan unek-unekku di sini, bukan untuk sekolah dasar di tempatku, tetapi di semua wilayah pedesaan di seantero tanah air tercinta ini.
 
SESAWI UNTUK GURU adalah sebuah komitmen, sebuah gerakan untuk memilih peningkatan mutu pendidikan SD dan SMP lewat peningkatan mutu dan jumlah guru yang berdedikasi untuk anak-anak desa di tanah air.
 
Sebuah ajakan untuk melibatkan diri. Sebuah komitmen untuk diperjuangkan secara bersama, baik secara praktis dengan mengulurkan tangan membantu secara finansial, maupun secara politis, membuat keputusan politik untuk memberikan dana beasiswa bagi para calon guru di wilayah pedesaan.
 
Copyright © 02.11. 2008, by Anselm Meo, SVD